CONTOH FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT KESEHATAN INDIVIDU



TUGAS INDIVIDU
ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR
“CONTOH FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT KESEHATAN INDIVIDU”
DISUSUN OLEH      :
NAMA                        :           ARDIANTI
NIM                            :           15140082
KELAS                       :           B12.2

POGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
2015/2016

CONTOH FAKTOR PENDORONG DAN PENGHAMBAT KESEHATAN INDIVIDU
      1)      Disparitas Status Kesehatan
Contoh 1 :
Tono 52 tahun adalah salah satu warga miskin yang telah bertahun-tahun menyimpan hutang kepada rumah sakit Negara karena tidak mempunyaibiaya pengobatan, 5 tahun yang lalu dia terjatuh dai pohon kela[a. biaya pengobatan yang semakin hari dirasakan semakin berat membuat Tono menjadi enggan memperdulikan kesehatannya. Mereka cenderung acuh tak acuh terhadap kesehatan. Padaal, bila dicermati kembali kesehatan adalah pilar Negara untuk memajukan Negara.
Contoh 2 :
Seperti di Indonesia, masyarakat media masa, politikus bahkan tenaga kesehatan masih memandang hak kesehatan hanya pada hak untuk memperoleh pelayanan kuratif do rumah sakit dan puskesmas. Selama ini, kesehatan dianggap sebagai barang yang mahal, kesehatan di Indonesia hanya untuk kalangan berpunya dan orang miskin dilarang sakit, ini merupakan contoh dari disparitas antar tingat social ekonomi.
Contoh 3 :
Seperti di Indonesia, pembangunan kesehatan yang lebih diutamakan adalah pembangunan kesehatan di kot-kota atau provinsi sedangkan wilayah-wilayah pedesaan, kecamatan, dan kabupaten kurang begitu diperhatikan.
Hal ini membuat pembangunan kesehatan di desa/kecamatan/kabupaten terlambat yang mengakibatkan warga-warganya kesulitan untuk mendapatkan hak kesehatan. Ini merupakan contoh disparitas antar wilayah.

      2)      Beban ganda penyakit
Contoh :
Masalah pertama yang menjadi beban masyarakat miskin adalah munculnya kemali penyakit menuar yang sebelumnya sempat teratai. Misalnya TBC dan Malaria yang kini merebak kembali. Beban kedua adalah munculnya penyakit menular jenis baru seperti HIV dan AIDS. Dan beban ketiga adalah ancaman penyakit tidak menular seperti stroke, jantung, kencing manis, ginjal, dan kanker. Seperti halnya di Indonesia yang menglamai beban berlipat, angka kematian akibat penyakit tidak menular terus bertambah sedangkan penakit menular masih belum terberantas. Dalam hal ini, dibutuhkan lebih dari sekedar usaha kuratif (pengobatan) dan rehabilitative (pemulihan) untuk mengatasi maslah ini.

      3)      Kinerja Peayanan yang Rendah
Contoh 1 :
Seperti di Indonesia, distribusi tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, perawat belum merata. Dapat dimbil contoh seperti di kampong saya jumlah dokter, bidan, perawat sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah penduduk dan di desa saa yang begitu luas baru beroperasi satu puskesmas. Hal tersebut tentu saja membuat kinerja pelayanan kesehatan di kampng saya kurang atau tidak begitu optimal. Dalam hal ini, jumlah tenaga kesehatan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi kinerja pelayanan kesehatan.
Contoh 2 :
Seperti di Indonesia, angka kematina ibu dan anak masih tinggi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 AKI senilai 359 per 1000 kelahiran hidup. Hal ini bisa saja karena faktor kinerja pelayanan kesehatan yang rendah dan bias saja karena factor masyarakatnya sendiri. Disini, peran bidan sangat diperlukan untuk membantu menurunkan AKI, peran bidan pun yang dibutuhkan adalah peran bidan yang prifesional, berkualitas, sesuai standar, mengikuti kode etik profesi dan berkesesuaian dengan wewenang bidan.
Contoh 3 :
Seperti di Indonesia, standart pendidikan untuk tenaga kesehatan selalu mengalami perubahan, misanya di tahun 2012 ditetapkan oleh kemenkes bahwa bidan yang boleh membuka klinik/BPM/tempat praktek sendiri adlaah bidan lulusan D3 padahal, di tahun-tahun sebelumnya lulusan D1 sudah bisa membuka tempat pratek sendiri. Ini membuktikan pembangunan pelayan kesehatan berpengaruh pada kinerja pelayanan kesehatan yang diberikan. Lulusan D3 jelas saja mempunyai lmu atau pengetahuan serta kinerja yang lebih baik atau banyak dari lulusan D1.


      4)      Perilaku Masyarakat yang KUrang Mendukung Hidup Bersih
Contoh 1 :
Seperti di Negara berkembang (Indonesia), hamper semua limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan industri dibuang langsung dan bercampur menjadi satu ke badan sungai atau laut, ditambah lagi kebiasaan penduduk membuang air kecil atau bahkan membuang air besar di bantaran sungai. Hal ini mengakibatkan kualitas air sungai menurun dan apabila digunakan untuk air baru memerlukan biaya yang tinggi.
Pembuangan limbah industri dan rumah tangga ke bantaran ungai merupakan faktor pendorong dan penghambat kesehatan individu karena sebagian besar warga kota mendapatkan sumber air di sungai-sungai. Ketika sungai-sungai tersebut tercemar, maka berakibat fatal bagi kesehatan mereka.
Perilaku masyarakat yang membuang limbah industri dan rumah tangga ke bantara nsungai merupakah salah satu contoh perilaku yang kurang mendukung hidup bersih.
Contoh 2 :
Hamper setiap tempat di Indonesia, sistem pembuangan sampah dilakukan secara dumping tanpa ada pengolahan lebih lanjut. Sistem pembuangan semacam ini selain memerlukan lahan yang cukup luas juga mnyebabkan pencemaran pada udara, tanah dan air serta lahannya juga dapat menjadi tempat berkembang biaknya agens dan faktor penyakit.
Perilaku masyarakat yang cuek atau acuh tak acuh atau tidak begitu memperdulikan kesehatan lingkungan menjadi faktor pendorong dan penghambat kesehatan individu di suatu wilayah. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas kesehatan individu.

      5)      Rendahnya Kondisi Kesehatan Lingkungan
contoh 1 :
orang yang bertempat tinggal ditempat bersih, aman, dan nyaman akan mendapat kesehatan yang lebih baik disbanding orang yang bertempat tinggal di daerah kumuh seperti bantaran kali, kolong jembatan, dan kawasan industri.
Salah satu faktor penting ang beroengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat adalah kondisi lingkungan yang dapat tercermin dari akses masyarakat terhadap air bersih dan sanitasi dasar. Pada tahun 2002, persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap air yang layak konsumsi senilai 55,2 % dan akses rumah tangga terhadap sanitasi dasar 63,5 %. Nilai-nilai tersebut menunjukan bahwa rendahnya kondisi kesehatan lingkungan di masyarakat.
Contoh 2 :
Seperti di Jakarta, banyak bangunan bertingkat ang di beton, dengan banyaknya banunan bertingkat maka fungsi tanah yang seharusnya menyerap air kini digantikan fungsinya oleh sistem pnyerapan yang kurang efektif, dapat berakibat banjir dan menambahnya penyakit.
Contoh 3 :
Kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan sehingga membuang sampah sembarangan, membangun rumah di bantaran kali dan lain-lain.

Komentar